Kemasyuran Kerajaan Banggai
K
|
ekayaan Budaya Provinsi Sulawesi Tengah
tidak bisa di lepaskan dari keberadaan kerajaan banggai. Terlebih, nama Banggai
dipakai umtuk nama kabupaten yakni, kabupaten banggai, kabupaten banggai
kepulauan dan kabupaten banggai laut. Kerajaan banggai asih bisa di di lacak
sisa sisa kejayaanya dengan mengunjungi keratin banggai yang ada dan
menyaksikan beberapa peninggalan-peninggalan sejarah.
Asal Mula Kerajaan Banggai
Kapan kerajaan banggai berdiri?
Beberapa referensi belum satu kata. Dalam situs resmi Kabupaten Banggai
Kepulauan (Bangkep), misalnya, disebutkan bahwa Kerajaan Banggai telah dikenal
pada abad ke-13. Namun, dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
Bangkep dikatakan, Kerajaan Banggai baru berdiri sekitar tahun 1580. Dalam buku
berjudul Babad Banggai Sepintas Kilas yang disusun Machmud HK, Kerajaan Banggai
diperkirakan berdiri tahun 1525. Dalam bukunya itu Machmud HK mengatakan memang
sulit sekali memperoleh fakta-fakta yang obyektif untuk penulisan sejarah
Banggai. Terlebih untuk mengetahui sejarah Banggai pada tahun-tahun sebelum
abad ke-14, tidak ada catatan tertulis sama sekali. Sumbernya, kata Machmud,
hanya cerita dari mulut ke mulut atau dari Balelee. Balelee adalah cerita yang
disampaikan dengan cara bernyanyi oleh seseorang yang dinilai kemasukan roh
halus. Satu-satunya bukti tertulis yang menunjukkan Banggai telah dikenal, itu
pun pada abad ke-14, adalah buku Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca yang
bertarikh Caka 1278 atau 1365 Masehi. Dalam seuntai syairnya di buku itu Mpu
Prapanca menamai Banggai dengan Banggawi. Meski demikian, di tengah minimnya
bukti-bukti tertulis itu, sangat naif jika kita sampai meragukan keberadaan
Kerajaan Banggai sebagai satu dari sekian banyak kerajaan yang pernah berdiri
di Tanah Air.
Empat kerajaan kecil
Menelusuri jejak Kerajaan
Banggai dapat kita mulai dari sebuah rumah tua yang bernama Kamali Boneaka.
Rumah kayu yang masih berdiri kokoh di Pulau Banggai itu konon sudah berumur
ratusan tahun sehingga mengalami beberapa kali pemugaran. Di dalamnya tersimpan
benda-benda yang usianya lebih kurang sama dengan usia rumah tersebut, seperti
pedang, tombak, payung, dan bendera. Walaupun yang menjaganya hanya Patin,
seorang nenek berumur 70-an tahun, rumah itu jauh dari tangan-tangan usil.
Tidak ada yang berani masuk ke dalamnya tanpa seizin Patin. Kamali Boneaka
memang dikeramatkan warga setempat. "Kamali Boneaka ini adalah bekas
Istana Kerajaan Babolau. Kerajaan Babolau sendiri merupakan satu dari empat
kerajaan kecil yang pernah berdiri di Pulau Banggai. Tiga kerajaan lainnya adalah
Kerajaan Singgolok, Kookini, dan Katapean, yang masing-masing juga memiliki
"rumah keramat" atau bekas istana. Tidak ada literatur yang dapat
memastikan tahun berapa keempat kerajaan itu berdiri. Buku Babad Banggai
Sepintas Kilas, misalnya, hanya menyebut keempat kerajaan itu masih berdiri
sampai abad ke-15. Demikian pula delapan dari 24 pemangku adat Kerajaan Babolau
tidak dapat memastikan tahun berapa Babolau dan tiga kerajaan lainnya berdiri.
Dari sejumlah pustaka disimpulkan, pada awal abad ke-16 empat kerajaan kecil itu
dikuasai Kesultanan Ternate. Adi Cokro, Panglima Perang Kesultanan Ternate yang
berasal dari Jawa. Dialah yang kemudian menyatukannya menjadi satu kerajaan,
yaitu Kerajaan Banggai dengan ibu kota di Pulau Banggai. Adi Cokro inilah yang
dianggap sebagai pendiri Kerajaan Banggai.Setelah memperluas wilayah Kerajaan
Banggai, dari semula hanya Banggai Laut (wilayah Bangkep saat ini) sampai ke
Banggai Daratan (seluruh wilayah Kabupaten Banggai), Adi Cokro kembali ke Jawa.
Pada tahun 1600 putra Adi Cokro yang bernama Maulana Prins Mandapar diangkat
menjadi Raja Banggai pertama dan berkuasa sampai tahun 1625. Raja Mandapar
berkuasa sejak tahun 1571 dan meninggal pada tahun 1601. Makam Raja Mandapar
ini terletak di Pulau Banggai. Makam tua yang terbuat dari batu gunung itu
berukuran cukup besar, yaitu sekitar 3 x 4 meter.
Perang Tobelo
Setelah masa kekuasaan Raja
Mandapar berakhir, Raja-raja Banggai berikutnya berusaha melepaskan diri dari
Kesultanan Ternate. Mereka juga menolak bekerja sama dengan Belanda, yang pada
tahun 1602 sudah menginjakkan kakinya di Banggai. Upaya melepaskan diri dari
kekuasaan Kesultanan Ternate itu mengakibatkan sejumlah Raja Banggai ditangkap
dan dibuang ke Maluku Utara. Perlawanan paling gigih terjadi pada masa pemerintahan
Raja Banggai ke-10 yang bergelar Mumbu Doi Bugis. Pada masa itulah meletus
Perang Tobelo. Putra-putri Banggai generasi sekarang ini masih ingat betul
cerita-cerita mengenai Perang Tobelo, karena bagi mereka perang itu adalah
simbol kebanggaan melawan penjajahan. Sampai awal tahun 2000 warga Banggai
mengaku masih sering menemukan sisa-sisa Perang Tobelo di Kota Tua Banggai
Lalongo, sekitar lima kilometer dari pusat Kota Banggai. Sisa-sisa yang
dimaksud berupa tengkorak dan tulang-belulang manusia yang diduga sebagai
tulang-belulang prajurit Kerajaan Banggai atau Ternate. Tak jarang warga juga
menemukan porselin yang diperkirakan dibawa warga China ke Banggai sejak abad ke-13.
Di Kota Tua Banggai Lalongo, yang dahulu menjadi pusat Kerajaan Banggai, itu
kita juga masih dapat menemukan sejumlah situs tua, seperti tempat duduk
pelantikan Raja-raja Banggai yang terbuat dari batu dan sumur tua yang menjadi
sumber mata air penduduk setempat kala itu. Selanjutnya, jejak Kerajaan Banggai
juga dapat kita temukan dengan mengunjungi Keraton Banggai yang terletak di
pusat Kota Banggai. Namun, selain tidak mendapatkan informasi tahun berapa
istana Kerajaan Banggai itu didirikan, kita juga tidak akan menemukan
benda-benda peninggalan Kerajaan Banggai di sana, selain dua meriam buatan
Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar